Jangan Abaikan Kuantitas Pertemuan dengan Pasangan

Oleh : Cahyadi Takariawan

Dalam kehidupan keluarga, sering kita mendengar ungkapan, “Tidak penting berapa lama waktu pertemuan, namun yang lebih penting adalah kualitas pertemuan”.

Ungkapan ini digunakan untuk membenarkan kesibukan suami dan isteri yang membuat mereka jarang bertemu, atau kesibukan orang tua yang membuat mereka jarang bertemu dengan anak-anak.

Kurang lebih ingin memaafkan kondisi ini dengan dalih kualitas pertemuan jauh lebih penting daripada jumlah dan waktu pertemuan.

Hosting Gratis

Tuan, Nyonya, oke, okelah, baiklah, kita terima asumsi itu. Bahwa kualitas pertemuan sangat penting. Kenyatannya, sering kita jumpai keluarga yang setiap hari bertemu. Suami, isteri dan anak-anak selalu berkumpul di rumah, sepulang dari sekolah dan dari kerja. Namun pertemuan mereka tidak berkualitas, sekedar formalitas, sehingga tidak memberikan suasana nyaman dan harmonis. Bahkan sepertinya lebih sering terlibat cekcok daripada terlihat kompak.

Sebaliknya, sering pula kita jumpai keluarga yang jarang bertemu karena terpisah oleh jarak, namun justru mereka tampak selalu harmonis. Setiap kali bertemu, mereka bahkan seperti pengantin baru. Suami dan isteri tinggal terpisah karena tuntutan pekerjaan. Sepekan sekali suami pulang ke rumah menjumpai isteri dan anak-anak. Namun justru kelihatan tampak selalu mesra dan berbahagia.

Jadi, yang membedakan adalah kualitas pertemuan mereka. Ada pertemuan yang berkualitas, ada pula pertemuan yang biasa-biasa saja, bahkan tidak berkualitas. Dari realitas ini, kita bersepakat bahwa kualitas pertemuan sangat penting, tidak boleh disepelekan dan dianggap remeh. Setiap pertemuan dalam keluarga harus selalu berkualitas. Ya, kita bersepakat tentang pentingnya kualitas pertemuan.

Namun, jangan pernah mengabaikan kuantitas pertemuan. Jangan sekali-kali menganggap bahwa jumlah atau hitungan waktu pertemuan tidak penting. Kuantitas pertemuan itu sangat penting. Tuan, Nyonya, saya tegaskan sekali lagi : sangat penting !

Saya tidak bisa membayangkan bahwa sebuah keluarga hidup terpisah dalam waktu yang lama dan tidak ada batas masa yang jelas kapan bertemunya. Suami bekerja di Indonesia, isteri bekerja di Malaysia. Suami bekerja di Australia, isteri bekerja di Indonesia. Suami tinggal di Kalimantan, isteri tinggal di Sulawesi. Suami menetap di Aceh, isteri menetap di Papua. Setiap hari mereka berkomunikasi melalui telepon, SMS, email, chatting, teleconference, dan sejumlah sarana lainnya yang sangat canggih. Bahkan, konon mereka bisa melakukan hubungan seks jarak jauh. Wah ! Saya tidak mengerti bagaimana caranya.

Secanggih apapun teknologi yang membuat anda selalu terhubung dengan pasangan anda selama 24 jam sehari semalam, namun ingatlah : teknologi tidak pernah bisa menggantikan kehangatan pertemuan langsung. Saat mengobrol melalui teknologi internet, saling bisa memandang dan melihat pasangannya, namun itu tidak pernah serupa dengan pertemuan langsung. Rasa kangen yang anda miliki dan ingin anda curahkan kepada pasangan, ternyata hanya berhadapan dengan benda keras bernama laptop atau komputer. Saat anda menyentuh wajahnya dan membelai rambutnya, ternyata hanya layar laptop atau layar komputer.

Tidak ada yang bisa menggantikan pelukan langsung antara suami dan isteri, atau antara orang tua dengan anak-anak. Teknologi tidak akan mampu menggantikan perasaan nyaman yang muncul akibat pelukan mesra. Tidak bisa dan tidak akan bisa. Pelukan suami kepada isteri tidak bisa digantikan oleh apapun dan oleh siapapun.

Konon, saat berpelukan, tubuh melepaskan hormon oxytocin yang berkaitan dengan rasa damai dan cinta. Hormon ini membuat jantung dan pikiran menjadi tenang dan sehat. Itulah sebabnya, pelukan diyakini dapat menambah angka harapan hidup pasangan anda. Setiap kali anda memeluk pasangan dengan penuh ketulusan dan kasih sayang, bertambahlah angka harapan hidupnya, karena bertambah kesehatannya. Hal ini akan tampak pada penampilannya yang awet muda.

Jika suami dan isteri terpisah oleh jarak karena tuntutan pekerjaan atau alasan apapun, harus ada batas waktu yang jelas kapan kondisi seperti itu akan berakhir. Karena. Normalnya kehidupan keluarga adalah tinggal bersama dalam satu rumah tangga. Kehadiran suami dan isteri dalam rumah tangga yang harmonis, sangat memberikan makna yang dalam bagi kualitas kehidupan. Prestasi kerja akan menjadi meningkat karena ada suport langsung dari pasangan.

Kehadiran sosok ayah dan ibu sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Jika anak-anak tumbuh dalam keluarga yang lengkap, ada ayah dan ada ibu, akan memiliki pengaruh yang positif bagi perkembangan kejiwaan mereka, juga bagi prestasi belajar mereka.
Anak-anak akan tumbuh dalam suasana kasih sayang yang lengkap, dan melihat secara langsung aplikasi dari peran-peran kerumahtanggaan. Ini akan sangat penting bagi pembentukan kepribadian mereka, dan membentuk pembelajaran saat mereka kelak berumah tangga.

Jika keluarga selalu tinggal terpisah, akan membuat suasana yang “tidak normal”. Bagaimanapun, suami dan isteri memiliki dorongan pemenuhan kebutuhan kasih sayang yang harus disalurkan. Suami dan isteri juga memiliki dorongan “nafkah batin” yang harus dipenuhi. Jika mereka terbiasa dengan kesendirian karena terpisah jauh dari pasangan, dikhawatirkan akan memudahkan mereka menemukan pemenuhan atas kebutuhan kasih sayang dan kebutuhan “nafkah batin” dari orang lain yang tidak sah, karena bukan pasangannya. Bisa dengan model “jajan”, atau dengan perselingkuhan yang terjadi atas dasar suka sama suka.

Bahaya lain keterpisahan suami dan isteri adalah muncul perasaan lebih nyaman kalau sendirian. Karena telah terbiasa tinggal terpisah dari pasangan dan dari keluarga, akhirnya masing-masing menikmati suasana kesendirian tersebut, dan bahkan terbentuk sikap merasa lebih nyaman sendirian. Bahaya sekali sikap seperti ini, karena sangat potensial menghancurkan kebahagiaan keluarga. Akhirnya menganggap tidak ada manfaatnya kebersamaan, dan merasa lebih nyaman kesendirian.

Makanya, Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, jangan pernah menyepelekan kuantitas pertemuan. Benar, bahwa kualitas pertemuan sangat penting namun kuantitas pertemuan tidak boleh diabaikan. Anda harus menikmati kebersamaan dalam keluarga. Kalaupun terpaksa terpisah karena tugas atau tuntutan pekerjaan, harus ada batas waktu yang jelas. Tidak boleh terpisah untuk waktu yang tidak ditentukan. Apalah artinya berumah tangga jika tinggal terpisah dan tidak menikmati kebersamaan.

Jadi, pertemuan suami dan isteri harus menjadi pertemuan yang berkualitas. Namun jangan mengabaikan kuantitas pertemuan. Anda harus selalu mengagendakan untuk bertemu dan berkumpul dalam sebuah kehangatan dan keharmonisan keluarga. Sesibuk apapun anda, setinggi apapun posisi karir anda, sepadat apapun jadwal kegiatan anda, harus selalu memiliki waktu yang cukup untuk bertemu dan berkumpul dengan pasangan dan keluarga anda.

nDalem Mertosanan, Yogyakarta, 4 September 2011

http://sosbud.kompasiana.com/2011/09/04/jangan-abaikan-kuantitas-pertemuan-dengan-pasangan/